Rabu, 16 Januari 2013

Belajar jadi Surveyor


Beberapa bulan belakangan ini saya terlibat proyek-proyek riset yang menugaskan saya sebagai pengumpul data atau bahasa kerennya surveyor. Ada kisah klasik di balik perjalanan saya sebagai surveyor. Menurut pengamatan dan pengalaman saya,  ada beberapa karakteristik surveyor yang ditentukan oleh tools yang digunakan, dalam hal ini adalah angket. Bagi orang-orang yang tahu dunia riset di samping mahasiswa dan dosen pasti mengenal beberapa tipe wawancara dalam survey. Ada in depth interview (wawancara mendalam), open-ended interview (wawancara terbuka), dan close-ended interview (wawancara tertutup). 
 
Selama pengalaman saya tersebut ternyata survey itu tidak bisa sepenuhnya dipercayai atau bahasa lainnya akurat. Kenapa begitu? Iya, karena setiap survey ada kemungkinan cacatnya. Bisa saja “kecacatan” itu memang karena dari faktor surveyornya, tapi di luar faktor surveyor itu juga sering terjadi. Belakangan ini kebanyakan proyek riset yang saya kerjakan adalah market research. Riset yang biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar swasta yang menginginkan adanya pengetahuan dan tanggapan customer tentang produk mereka. Oleh karena itu, validitas data yang didapat surveyor jangan dianggap 90% atau bahkan 100% akurat. Khusus untuk ini, banyak motif surveyor yang melakukan survey untuk uang bukan karena akademis. 

Saya sendiri pernah mengalami “ketersesatan” melakukan survey untuk market research ini karena ada berbagai faktor di luar diri yang mendorong “nurani” saya tergadaikan. Poin yang harus dijunjung tinggi oleh seorang surveyor adalah kredibilitas dan kejujuran. Jika dua hal tersebut sudah tidak lagi dijunjung, jangan heran jika saya katakan data yang diperoleh adalah mutlak jauh dari akurat dan terpercaya. Saya pun akhirnya memutuskan untuk tidak lagi terpengaruh tekanan-tekanan yang membuat saya mengkerdilkan diri sendiri. Intinya, dalam menjalani survey harus percaya diri sendiri dan percaya bahwa Allah selalu mengawasi kita. 

Di luar pengalaman tidak menyenagkan sebagai surveyor, saya juga mendapat ilmu dan pengalaman luar biasa. Ilmu yang didapat tidak hanya sosial sekitar area survey, tapi juga mekanisme dan teknik survey. Salah satunya adalah tipe-tipe interview seperti yang sudah saya sebutkan di atas, ada tiga tipe wawancara: mendalam, terbuka, dan tertutup. 

In depth Interview
Wawancara seperti ini memang bisa dikatakan menyenangkan untuk surveyor tipe saya karena saya suka wawancara yang mengalir seperti cerita. Namun, kendalanya memang di entri dan koding data di samping surveyor juga harus bisa mengembangkan pertanyaan.
Wawancara seperti ini dibutuhkan pengetahuan yang cukup banyak tentang responden dan materi penunjang survey lainnya. Pewawancara akan masuk ke dalam pikiran responden ketika si responden sudah membuka kesempatan pewawancara untuk masuk ke bagian-bagian yang sensitif sekalipun. Tipe wawancara seperti ini mungkin tidak ada bedanya dengan wartawan atau reporter yang menggali informasi dari narasumber.  

Open-Ended Interview
Wawancara terbuka mungkin mirip dengan wawancara mendalam, tapi tetap berbeda karena meskipun judulnya terbuka sang responden tidak memiliki keleluasaan bercerita seperti di wawancara mendalam. Pertanyaan terbuka menggambarkan pilihan bagi orang yang diwawancarai untuk merespons. Pertanyaan ini bisa saja memungkinkan surveyor yang “nakal” memanipulasi data demi tercapainya target. Orang yang sering terjun di lapangan, menurut saya, lebih paham aksi-aksi seperti itu. Orang yang target-oriented terkadang memang bagus, tapi ada kalanya bisa melakukan berbagai cara demi tercapainya target. Misalnya: mengesampingkan validitas data.

Close-Ended Interview
Pertanyaan tertutup dalam wawancara ini membatasi respon orang yang diwawancarai. Pertanyaan tertutup (close-ended interview) hanya memberikan beberapa pilihan jawaban kepada orang yag diwawancarai layaknya pilihan ganda. Penanya hanya memberi pilihan jawaban misalnya: iya atau tidak, setuju atau tidak setuju, dsb. Jenis pertanyaan ini memang sangat memudahkan penanya maupun orang yang diwawancara karena tidak memakan waktu lama. Selain itu juga memudahkan dalam entri serta koding data. Namun sama halnya dengan open-ended interview, pertanyaan tertutup ini juga bisa disalahgunakan oleh surveyor yang target-oriented tadi. 

Pada dasarnya survey dilakukan untuk memperoleh data di lapangan terkait berbagai materi yang dibutuhkan. Surveyor adalah gerbang dari proses riset lapangan untuk mendapatkan data yang diinginkan. Namun, kadangkala muslihat demi target tidak bisa dihindari oleh orang yang “tersesat”. Saya harap kedepannya dalam mengerjakan sesuatu hanya percaya pada sang khalik yang memberi kemudahan, bukan percaya pada cara-cara muslihat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar