Beberapa
bulan belakangan ini saya terlibat proyek-proyek riset yang menugaskan saya
sebagai pengumpul data atau bahasa kerennya surveyor.
Ada kisah klasik di balik perjalanan saya sebagai surveyor. Menurut pengamatan
dan pengalaman saya, ada beberapa
karakteristik surveyor yang ditentukan oleh tools
yang digunakan, dalam hal ini adalah angket. Bagi orang-orang yang tahu
dunia riset di samping mahasiswa dan dosen pasti mengenal beberapa tipe
wawancara dalam survey. Ada in depth interview
(wawancara mendalam), open-ended
interview (wawancara terbuka), dan close-ended
interview (wawancara tertutup).
Selama
pengalaman saya tersebut ternyata survey itu tidak bisa sepenuhnya dipercayai
atau bahasa lainnya akurat. Kenapa begitu? Iya, karena setiap survey ada kemungkinan
cacatnya. Bisa saja “kecacatan” itu memang karena dari faktor surveyornya, tapi
di luar faktor surveyor itu juga sering terjadi. Belakangan ini kebanyakan
proyek riset yang saya kerjakan adalah market
research. Riset yang biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar
swasta yang menginginkan adanya pengetahuan dan tanggapan customer tentang
produk mereka. Oleh karena itu, validitas data yang didapat surveyor jangan
dianggap 90% atau bahkan 100% akurat. Khusus untuk ini, banyak motif surveyor
yang melakukan survey untuk uang bukan karena akademis.
Saya
sendiri pernah mengalami “ketersesatan” melakukan survey untuk market research ini karena ada berbagai faktor
di luar diri yang mendorong “nurani” saya tergadaikan. Poin yang harus
dijunjung tinggi oleh seorang surveyor adalah kredibilitas dan kejujuran. Jika
dua hal tersebut sudah tidak lagi dijunjung, jangan heran jika saya katakan
data yang diperoleh adalah mutlak jauh dari akurat dan terpercaya. Saya pun
akhirnya memutuskan untuk tidak lagi terpengaruh tekanan-tekanan yang membuat
saya mengkerdilkan diri sendiri. Intinya, dalam menjalani survey harus percaya
diri sendiri dan percaya bahwa Allah selalu mengawasi kita.
Di
luar pengalaman tidak menyenagkan sebagai surveyor, saya juga mendapat ilmu dan
pengalaman luar biasa. Ilmu yang didapat tidak hanya sosial sekitar area
survey, tapi juga mekanisme dan teknik survey. Salah satunya adalah tipe-tipe
interview seperti yang sudah saya sebutkan di atas, ada tiga tipe wawancara: mendalam,
terbuka, dan tertutup.
In
depth Interview
Wawancara
seperti ini memang bisa dikatakan menyenangkan untuk surveyor tipe saya karena
saya suka wawancara yang mengalir seperti cerita. Namun, kendalanya memang di
entri dan koding data di samping surveyor juga harus bisa mengembangkan pertanyaan.
Wawancara
seperti ini dibutuhkan pengetahuan yang cukup banyak tentang responden dan materi
penunjang survey lainnya. Pewawancara akan masuk ke dalam pikiran responden
ketika si responden sudah membuka kesempatan pewawancara untuk masuk ke
bagian-bagian yang sensitif sekalipun. Tipe wawancara seperti ini mungkin tidak
ada bedanya dengan wartawan atau reporter yang menggali informasi dari
narasumber.
Open-Ended
Interview
Wawancara
terbuka mungkin mirip dengan wawancara mendalam, tapi tetap berbeda karena
meskipun judulnya terbuka sang responden tidak memiliki keleluasaan bercerita
seperti di wawancara mendalam. Pertanyaan terbuka menggambarkan pilihan bagi
orang yang diwawancarai untuk merespons. Pertanyaan ini bisa saja memungkinkan
surveyor yang “nakal” memanipulasi data demi tercapainya target. Orang yang
sering terjun di lapangan, menurut saya, lebih paham aksi-aksi seperti itu.
Orang yang target-oriented terkadang
memang bagus, tapi ada kalanya bisa melakukan berbagai cara demi tercapainya
target. Misalnya: mengesampingkan validitas data.
Close-Ended
Interview
Pertanyaan
tertutup dalam wawancara ini membatasi respon orang yang diwawancarai.
Pertanyaan tertutup (close-ended
interview) hanya memberikan beberapa pilihan jawaban kepada orang yag
diwawancarai layaknya pilihan ganda. Penanya hanya memberi pilihan jawaban
misalnya: iya atau tidak, setuju atau tidak setuju, dsb. Jenis pertanyaan ini
memang sangat memudahkan penanya maupun orang yang diwawancara karena tidak
memakan waktu lama. Selain itu juga memudahkan dalam entri serta koding data.
Namun sama halnya dengan open-ended
interview, pertanyaan tertutup ini juga bisa disalahgunakan oleh surveyor
yang target-oriented tadi.
Pada dasarnya survey dilakukan untuk memperoleh
data di lapangan terkait berbagai materi yang dibutuhkan. Surveyor adalah
gerbang dari proses riset lapangan untuk mendapatkan data yang diinginkan.
Namun, kadangkala muslihat demi target tidak bisa dihindari oleh orang yang “tersesat”.
Saya harap kedepannya dalam mengerjakan sesuatu hanya percaya pada sang khalik
yang memberi kemudahan, bukan percaya pada cara-cara muslihat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar