Entri Populer

Minggu, 12 Mei 2013

Roads Under Water: Solusi Cerdas Ramah Lingkungan


“While God created the earth, the Dutch created the Netherlands”

Yup!

Ungkapan tersebut sangat akrab di telinga masyarakat Belanda. Berbekal dua pertiga wilayahnya yang berada di bawah permukaan laut justru membuat orang Belanda berjuang menciptakan negaranya dengan berbagai inovasi. Jadilah bangsa Belanda sebagai bangsa yang ahli di banyak bidang. 

Bicara soal ahli, Belanda dikenal unggul dalam bidang manajemen air yang disertai dengan teknologinya yang inovatif. Inilah yang menjadikan Belanda sebagai salah satu bangsa yang menelurkan banyak pelopor. Contoh konstruksi yang terkenal adalah Afsluitdijk, tanggul yang memisahkan Danau Ijsselmeer dengan Laut Waddenzee. Proyek megah ini berawal dari gagasan seorang fisikawan peraih nobel, H. A. Lorentz. Setelah melakukan berbagai kajian dan penelitian, pada tahun-tahun 1918-1926, Lorentz berusaha meyakinkan proyek tersebut kepada Dewan Parlemen Belanda untuk melindungi area Zuiderzee dari bencana banjir yang seringkali melanda. Banjir tahun 1916 menyadarkan dewan parlemen akan pentingnya proyek tersebut. Maka, dibangunlah tanggul yang membentang 30 km di sepanjang laut terbuka Zuiderzee. 

Wajah Afsluitdjik kini
Sebelah kanan Zuiderzee dan sebelah kiri Waddenzee

Proyek besar setaraf Afsluitdijk baru satu bukti keunggulan bangsa Belanda dalam mengantisipasi dan menanggulangi bangsanya dari berbagai kemungkinan bencana di masa depan. Kini, mari kita lihat proyek ‘AIR’ lainnya yang tidak kalah mengagumkan!

Apa rasanya jika kita berada di jalanan yang di atasnya AIR?

The Ringvaart Haarlemmermeer

Terowongan jalan raya bawah air di Danau Veluwemeer
(Aqueduct Veluwemeer)

Melihat kedua gambar di atas secara kasat mata, tentu kita akan mengira jalan raya terputus karena lintasan sungai. Tapi, jangan tertipu dengan gambar tersebut karena sebetulnya jalan raya tidak terputus, tapi berada di bawah air! 

Yup, betul sekali! Ini satu lagi jenis inovasi terbarukan yang diusung oleh Belanda. 

Jalanan tersembunyi’ begitu penyebutannya. Jalan raya di Belanda semakin banyak menghilang ke bawah tanah. Alasan utama dibangunnya jalan raya ‘tersembunyi’ adalah lingkungan. Ir. Stephen Lezwijn seorang pekerja di Pusat Pembangunan Bawah Tanah menerangkan pembangunan terowongan jalan raya di bawah tanah kian populer. Seiring dengan makmurnya ekonomi masyarakat dan semakin pesatnya laju pertumbuhan penduduk secara otomatis, dampak pertambahan mobilitas dan pertumbuhan infrastruktur pun tak terelakkan.

Lebih dari 16 juta orang tinggal di Belanda dan jutaan arus transportasi darat maupun air terjadi setiap harinya. Baik jalan raya maupun jalur kereta api semakin padat sehingga kapasitas jalur transportasi tidak lagi memadai. Untuk itu, dibangunlah infrastruktur yang didesain menjadi multijalur dalam satu wilayah. 


Grand Design Aqueduct Veluwemeer


Demi memperlancar lalu lintas, dibangunlah bendungan, kanal, sekaligus jembatan untuk kapal komersial yang berlalu lintas di Veluwermeer. Kanal yang panjangnya sekitar 25 meter ini dibangun tahun 2000, dua tahun kemudian dibuka sebagai jalur resmi. Rata-rata 28.000 kendaraan melintas setiap harinya

Pembuatan Ringvaart Harlemermeer

Ringvaart (Cincin Kanal), jalur air penting untuk kapal komersial dan sebagai tempat rekreasi. Di bawahnya, dibuat dua jalur untuk kereta dan jalan raya. Jalur air The Ringvaart jadi rute pelayaran dari Hollands Diep ke Ijsselmeer.

Sikap cepat tanggap orang Belanda dengan menunjukkan reaksi dan aksi dalam menemukan solusi di setiap masalah sangat luar biasa. Harmonisasi dalam pembangunan proyek membuktikan kemajuan teknologi bisa selaras dengan lingkungan. Semoga bangsa Indonesia bisa mengikuti jejak Belanda dalam pembangunan.

Referensi:

Referensi video:


           

Rabu, 30 Januari 2013

Sempu Surga Tersembunyi




Jejak sang penjelajah

Pertama kali saya menyaksikan pemandangan bak scenery yang ada di film The Island yang diperankan oleh LD (Leonardo Dicaprio). Mungkin kamu juga pernah menonton film tersebut yang menampilkan latar belakang di sebuah pulau tak berpenghuni. Pemandangannya pun membuat penonton “ngiler” ingin merasakan sensasi pantai yang dikelilingi pulau-pulau kecil dengan pasirnya yang putih bersih diisi dengan air biru jernih. Langit yang membiru serta segerombolan burung berterbangan di langit luas. Luar biasa ngilernya saya dengan LD, udah ganteng main film di tempat keren! Jadi ngebayangin saya dan LD berada di tempat seindah itu. Adegan romantis, main pasir-uruk-urukan pasir, kubur-kuburan pake pasir. Duh romantisnya!  (tobaat sambel)

Okey, anyway, tempat yang jadi latar di film The Island yang diperankan oleh LD itu berada di Thailand tepatnya di Phi-Phi Island. Gara-gara itu film, Phi-Phi Island sekarang jadi tujuan utama pelancong yang pergi ke Thailand! Berhasil banget kan tuh LD bikin orang mupeng. Nah, kalo yang punya uang berlebih atau sengaja nabung untuk menyaksikan kemolekan Phi-Phi Island sambil membayangkan tokoh Hollywood berkeliweran di spot-spot tertentu bolehlah bersenang ria. Tapi, buat yang punya kocek pas-pasan yaa jangan sedih saudara-saudara, ternyata yang punya pulau model si cheeks (pipi) itu gak cuma ada di Thailand. Enggak perlu lah jauh-jauh, di Indonesia ada kok tempat semacam itu. 

Ada yang pernah mendengar Pulau Sempu? Pulau yang letak administrasinya di Kabupaten Malang, Jawa Timur? Pulau tersebut memang belum seterkenal Phi-Phi Island yang dikunjungi ribuan warga dunia setiap tahunnya. Tapi, kecantikannya tidak kalah kok dengan dengan Phi-Phi. Justru karena belum banyaknya orang mengetahui dan menjamah Pulau Sempu, keindahannya masih sangat asli. Bagi backpacker atau trekker, Sempu sangatlah cocok untuk berpetualang sambil menikmati keindahan dan ketenangan yang jarang adanya apalagi untuk warga kota. Saat ini, Sempu dinobatkan sebagai kawasan cagar alam karena masih terdapat binatang langka, seperti macan kumbang dan macan tutul. 


Pantai Sempu terlihat dari tebing karang

Pengalaman saya ke sana bersama rombongan dari pelajar Kampung Inggris tahun 2012 lalu. Kebiasaan setiap kursusan di Kampung Inggris itu setiap akhir periode pasti mengadakan jalan-jalan. Nah, sayang seribu sayang kalo tidak dimanfaatkan dengan baik. Ikutlah saya dalam rombongan ke Sempu. Saya hanya membayar uang Rp130.000 untuk 3 hari 2 malam. Harga segitu sudah termasuk transportasi, tenda, makan (mie teruuus), dan sepatu tracking. Bulan Februari 2012 lalu, musim hujan seperti sekarang, saya dan kawan-kawan nekat pergi. Dari Kediri, kami berangkat pukul 12 malam dan singgah sebentar di Batu, Malang. Sekitar pukul 3 dini hari kami istirahat di taman bermain Batu. Ada yang tahu udara Batu seperti apa dini hari gitu? Brrr…dingiiinnyoo seandainya bisa meringkung, meringkung deh sambil selimutan. Tapi mana bisa di elf yang bertumpuk manusia. Macam pepes aja kita-kita ini. 

Okey, lanjut, perjalanan menuju Sempu sehabis bersih-bersih dan shalat subuh. Pokoknya kita sampai di dermaga Pantai Sendang Biru menuju Sempu yang jarak tempuhnya kurang lebih 10 menit menggunakan perahu nelayan yang memang terbiasa mengangkut wisatwan yang berkunjung ke Pulau Sempu. Anyway, karena kita berlibur ke pulau yang tidak berpenghuni, segala perabotan pun harus sesuai dengan medan. Yup! Saya sarankan lebih baik menggunakan ransel lebih fungsional dan aman buat perjalanan.

Pernah saya melihat serombongan orang yang turun dari perahu. Waktu itu, saya dan rombongan hendak pulang ke Kediri dan kami pun menunggu perahu yang akan mengangkut. Kami yang berpakaian bak pemacul di sawah karena sekujur pakaian dan sepatu kami kotor oleh tanah, sedikit aneh melihat rombongan tersebut yang sama sekali tidak memiliki persiapan apapun. Yang wanita memakai sandal “cantik” dan tas “cantik” tanpa perbekalan pula. Dikira mau liburan ke pantai di Bali kali ya! Celetuk mentor kami berkata,”coba tebak berapa lama dan jauhnya mereka bakal bertahan di tengah medan yang kayak tadi kita lewatin.” Jleb! Anyway, catatan bagi semua orang kalo ingin berlibur sebisa mungkin cari informasi terkait tempat yang ingin dikunjungi. Ingat, jangan sampai salah kostum. 

Nah, karena jalan di Sempu tidak semulus jalan tol siap-siap sepatu siap tempur. Jangan menggunakan sandal jepit terlebih di musim hujan karena ini bakal nyiksa banget. Biasanya, di dermaga ada penyewaan sepatu khusus trek seperti Sempu. Waktu itu saya membayar Rp10.000/per pasang dan memang sangat membantu dibandingkan sepatu biasa. Oiya, bagi pelancong anyar yang melancong ke Sempu ini jangan pasang wajah “saya turis loh!" Menurut informasi dari obrolan saya dengan warga setempat, tampang pendatang anyar akan mudah diketahui dan pastinya akan dikenakan tarif mahal untuk berbagai fasilitas. Kalo bisa, ajak ngobrol penjaga warung dan warga yang sedang  kongkow-kongkow. Mereka baik-baik kok (berdasarkan pengalaman). Malah mereka memberi banyak informasi terkait Sempu dan juga tempat wisata lainnya. Berbaur dengan warga setempat itu lebih menyenangkan daripada merasa sebagai turis eksklusif. 

Perjalanan menuju “surga” di tengah pulau Sempu ternyata berat juga kala itu karena jalanannya becek parah. Bekas jejak kaki pendatang dimana-mana, ternyata saat itu kami tidak sendirian. Banyak kelompok lain yang hilir mudik. Perjuangan selama perjalanan terbayarkan dengan pemandangan Sempu yang ciamik. Sempat merasa bukan di Sempu, tapi di Phi-Phi Island (Sayang ada yang kurang, cowok-cowoknya enggak ada yang mirip LD). Kamera pun siap beraksi. Siap-siap jepret sana jepret sini eh tiba-tiba ada yang jepret. Huh, kalo naksir bilang-bilang dong, Mas! Ternyata yang dia jepret bukan foto saya, tapi monyet-monyet yang berkeliaran di belakang saya. Sial!

Pasang tenda di tengah deburan ombak di tengah pulau. Segala sesuatu berasa nikmat. Makan mie instan pun terasa makan spaghetti. Kami sempat menikmati sunrise di balik tebing yang menjulang. Ternyata di belakang tebing yang kami pijak adalah lautan luas. Menurut Wikipedia, Pulau Sempu dikepung Samudera Hindia di sisi selatan, Timur dan Barat. Ombak lautan membentur-bentur tebing sehingga menghasilkan bebunyian yang horor, tapi ada perasaan syahdu. Benar-benar menikmati alunan musik alam, perpaduan debur ombak dan kicauan burung ditambah hembusan angin mengibas jilbab saya. 
Di balik tebing curam

Pose di balik tebing

Jika sudah merasakan titik syukur demikian, rasanya kita tidak akan berhenti memuji ciptaan sang Pencipta lebih banyak lagi memuji sang Pencipta. Di mata kita, pemandangan yang dinikmati dengan gratis ini mungkin biasa karena kita terbiasa melihat hal indah. Tapi, bagi orang yang tidak memiliki kemampuan melihat sangatlah mahal. Mungkin saja, mereka akan rela membayar mahal demi satu menit untuk melihat keindahan alam semisal Sempu. Untuk itu, selama masih bisa mempergunakan indera secara lengkap. Pergunakanlah dengan sebaik-baiknya. Rasakan sentuhan demi sentuhan angin yang membelai kulit. Rasakan setiap getaran suara yang masuk ke telinga. Rasakan wangi tanah, bau dedaun yang basah, dan asap perapian. Rasakan setiap ecap makanan yang kita rasa di mulut. Nikmat bukan? 

Di dunia saja sudah merasakan indahnya surga, gimana di akhirat ya? Waallahua'lam bishawab